Teknologi tetap tidak bisa menggantikan peran guru dalam interaksi berlajar. Sebab edukasi atau pendidikan bukan sekadar mentransfer pengetahuan, tetapi menanamkan nilai, kerjasama dan kompetensi.
Oleh: Teguh Renggayana *)
Pandemi Covid 19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia justru menjadi gambaran tentang masa depan dunia pendidikan. Karena situasi pandemi menjadi tantangan bagi kreativitas individu dalam menggunakan teknologi untuk diterapkan dan dikembangkan pada dunia pendidikan.
Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Nizam berpendapat, peran guru atau dosen yang tidak tergantikan oleh teknologi adalah pembelajaran bisa disampaikan dengan baik, terutama nilai-nilai, kerjasama dan kompetensi.
Saat ini pandemi menjadi tantangan dalam mengembangkan kreativitas terhadap penggunaan teknologi, bukan hanya transmisi pengetahuan, tapi juga bagaimana memastikan pembelajaran tetap tersampaikan dengan baik.
Guru ditantang dan diberi kesempatan dalam penggunaan teknologi untuk membantu peserta didik menjadi kompeten pada abad ke-21. Keterampilan paling penting pada abad tersebut adalah pembelajaran mandiri atau directed learning. Pembelajaran mandiri ini merupakan outcome dari pendidikan.
Masa pandemi ini dapat melatih serta menanamkan kebiasaan menjadi pembelajar mandiri melalui berbagai kelas daring atau webinar yang diikuti oleh peserta didik. Selain itu, peserta didik juga dapat bekerja sama satu dengan yang lain untuk menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran serta menghadapi permasalahan nyata yang ada.
Situasi ini bukan hanya menjadi tantangan bagi mahasiswa, namun juga para guru dalam menyampaikan edukasi dimana para guru perlu memastikan bahwa peserta didik memahami materi pembelajaran.
Indonesia yang memiliki ribuan pulau justru menjadi tantangan yang uni bagi pembelajaran daring. Tantangan terbesar adalah ketiadaan akses internet di daerah terpencil dan warga yang kurang beruntung dalam segi ekonomi maupun teknologi.
Kondisi pandemi Covid-19 juga memaksa para pemangku kebijakan di bidang pendidikan untuk dapat menyesuaikan diri dalam melaksanakan proses pembelajaran. Penyesuaian ini diwujudkan melalui kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MB-KM), dimana mahasiswa diberikan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih luas dan kompetensi baru melalui beberapa kegiatan pembelajaran di luar program studinya.
Adapun program-program pada masa pandemi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi berupa relawan pengendalian Covid-19 (RECON), KKN Tematik, Mengajar Dari rumah (MDR), dan Permata Sakti. Seluruh program tersebut diikuti oleh ratusan ribu mahasiswa di seluruh Indonesia.
Pandemi ini juga memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk keluar dari pandemi dan menjadi green nation. Menurutnya, sejak pandemi hadir, lingkungan menjadi lebih bersih akibat berkurangnya emisi gas buang, mengingat terbatasnya aktivitas masyarakat di luar rumah.
Digitalisasi Pendidikan
Tidak jauh berbeda, pendapat Rektor Univesita Parahiyangan (Unpar) Mangadar Situmorang juga menyebutkan, peran guru dan dosen tidak bisa digantikan dengan teknologi secanggih apapun. Bahkan penerapan belajar jarang jauh menghilangkan dua hal yang menjadi hakikat pendidikan tatap muka.
Kedua hal tersebut adalah hilangnya pendidikan karakter, yakni kehilangan momentum berinteraksi dengan mahasiswa. Termasuk antar peserta didik dalam spirit keanekaragaman, pluralitas. Digitalisasi pendidikan tak cukup menggantikan itu.
Spirit social humanity, tidak kami dapatkan melalui mekanisme digital. Tantangan kedua adalah adanya peluang tapi belum tergali dengan maksimal, yaitu upaya kami menginternasionalisasi global wisdom.
Digitalisasi lebih banyak mengabsorpsi, mengimitasi digital teknologi. Tapi belum memanfaatkan potensi dan nilai-nilai kearifan lokal ke tataran global. Ini dua hal yang menjadi tantangan kita dalam digital learning.
Penguatan Infrastruktur
Dukungan terhadap pembelajaran digital pun disampaikan Direktur Telekomunikasi Kominfo Aju Widyasari. Menteri Kominfo Johnny G. Plate, lanjut dia, telah memiliki kebijakan untuk mempercepat setidaknya ada 12.000 desa yang belum ter-cover jaringan 4G, baik desa di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) dan daerah non3T.
Kedua wilayah tersebut harus dikaver baik oleh dari bantuan pemerintah maupun yang disediakan oleh penyelenggara. Ini terus kami dorong untuk penyelenggara menyediakan di daerah non3T, sementara daerah 3T merupakan kewajiban pemerintah untuk menyediakannya.
Kominfo menyiapkan digitalisasi juga beberapa hal terkait terhadap penyelenggaraan akses internet yang semakin harus tersedia secara kualitas, kapasitas, dan kemudahan akses. Walaupun banyak keterbatasan beberapa wilayah belum sampai terkaver secara baik tetapi akan terus diusahakan oleh Kominfo.
Menjadi catatan Kominfo adalah dengan penyediaan teknologi yang semasif ini mudah-mudahan itu bisa didukung oleh penyediaan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Kesimpulan:
Pandemi Covid 19 telah memaksa dunia pendidikan untuk mengubah cara pembelajaran yang semula tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Penggunaan teknologi sangat mutlak. Namun penggunaan teknologi ini menghilangkan transfer nilai-nilai atau pendidikan karakter yang menjadi ciri khas pendidikan tatap muka.
Karena itu diperlukan pola yang tepat agar penerapan teknologi dalam PJJ bukan berarti menggantikan peran guru dan dosen. Teknologi harus dianggap sebagai alat (tools), bukan pengganti peran guru dan dosen. (*)

Rujukan: